Film Sang Pemimpi Resensi

Oleh : Reza Ardiansyah Saputra




Resensi Film Sang Pemimpi


I. Cover Film




II. Identitas Film

Produser                     : Mira Lesmana
Sutradara                    : Riri Riza
Penulis                        : Riri Riza, Mira Lesmana, Salma Aristo
Pemeran                     :
Vikri Setiawan sebagai Ikal remaja
Rendy Ahmad sebagai Arai remaja
Azwir Fitrianto sebagai Jimbron remaja
Nugie sebagai Julian Balia
Landung Simatupang sebagai Pak Mustar
Mathias Muchus sebagai Seman Said Harun, Ayah Arai
Rieke Diah Pitaloka sebagai Ibu Ikal
Lukman Sardi sebagai Ikal dewasa
Zulfanny sebagai Ikal kecil
Nazril Irham sebagai Arai dewasa
Sandy Pranatha sebagai Arai kecil
Maudy Ayunda sebagai Zakia Nurmala
Yayu Unru sebagai Bang Rokib
Jay Widjajanto sebagai Bang Zaitun

Musik                          : Said Effendi
Prekuel                        : Laskar Pelangi
Sekuel                         : Endensor
Distributor                    : Miles Film dan Mizan Production
Rilis                             : 17 Desember 2009
Durasi                          : 120 menit
Bahasa Utama            : Indonesia
Bahasa Lainnya          : Melayu


III. Sinopsis Novel


            Mengadopsi novel kedua Tetralogi Laskar Pelangi, yakni Sang Pemimpi, film ini mengajarkan betapa pentingnya memiliki mimpi dan impian setinggi langit sambil terus menggenggamnya erat-erat. Film ini mengisahkan persahabatan antara Ikal, Arai dan Jimbron. Setelah lulus SMP, ketiga remaja pemimpi tersebut melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri Manggar, yang merupakan SMA pertama yang berdiri di Belitung Timur. Sebelumnya, satu-satunya SMA terdekat berada di Tanjung Pandan, yang berjarak 30 kilometer dari rumah Ikal dan Arai sehingga mereka harus menyewa kamar dan terpisah jauh dari orang tua.

            Ikal, sesuai namanya, tokoh ini diperankan oleh Vikri Setiawan dengan rambut ikalnya, merupakan sosok remaja pekerja keras yang tidak banyak bicara. Berbeda halnya dengan Arai yang berani dan banyak bicara, termasuk bicara soal impian. Ia dan Ikal merupakan saudara jauh. Semenjak kecil, ia sudah menjadi anak yang yatim piatu. Sebutan simpati keramat pun disematkan kepadanya karena merupakan orang terakhir dalam keluarganya, dan itulah alasan Ayah Ikal mengangkatnya sebagai anak dan meyuruhnya tinggal bersama ikal. Sedangkan Jimbron yang berperawakan tinggi besar, merupakan anak angkat dari pendeta Geovanny yang setiap sore mengantarkannya ke Masjid dengan harapan ia menjadi muslim yang taat. Ia sangat terobsesi dengan kuda, dan menjadi gagap apabila sedang antusias terhadap sesuatu.

            Tinggalnya Ikal dan Arai disebuah kamar di pinggir Dermaga Damai, memunculkan peluang untuk bisa memiliki penghasilan. Rutinitas mereka selama di sana, setiap jam dua pagi harus sudah bangun dan bersiap untuk menjadi kuli ikan di Dermaga itu. Walaupun menjadi kuli ikan, mereka tetap giat belajar. Dibuktikan dengan selalu masuk ke dalam peringkat lima teratas dari 160 murid di sekolahnya. Mereka kerap kali membuat ulah di sekolah, salah satunya bahkan sampai membuat Pak Mustar marah dan mengejar mereka saat upacara bendera berlangsung. Bahkan, Pak Mustar hampir mengeluarkan mereka dari sekolah karena ketahuan menyelundup masuk ke bioskop untuk menonton film Dewasa. Berkat pertimbangan dari Pak Julian Balia, keputusan tersebut tidak jadi terapkan dan Pak Mustar mengganti hukuman dengan membersihkan WC sekolahnya yang terkenal jorok dan sangat bau.

            Pak Julian Balia, merupakan seorang guru sastra yang menjadi sumber inspirasi bagi seluruh siswa dalam kelasnya, terutama Ikal, Arai dan Jimbron. Dengan semangat mudanya, beliau menghadirkan dunia dalam kelasnya. Membaca merupakan aktifitas yang selalu beliau himbau kepada siswanya. Sebelum memulai kelas, beliau selalu meminta seluruh siswanya untuk secara bergantian memekikan kata yang menjadi inspirasi bagi mereka. Mimpinya untuk menjelajahi indahnya Eropa, eksotisnya Afrika dan mengenyam pendidikan di Universitas Sorebonne coba disematkan ke dalam sanubari tiap-tiap siswanya. Dan Arai lah yang paling mempercayai mimpi tersebut.

            Arai yang kini menjadi seorang pemimpi besar dan tak lelah mengajak  Ikal dan Jimbron untuk memiliki mimpi besar. Untuk mewujudkannya, mereka giat belajar bersama setiap hari ditambah dengan semakin rajin bekerja di Dermaga agar hasilnya bisa ditabung sebagai modal untuk ke Prancis. Ikal sempat berusaha mengejar mimpi ke Paris dengan cara lain, yakni ikut Bang Rokib melaut seperti halnya orang-orang melayu pada umumnya. Ia juga sempat berhenti sekolah untuk bekerja. Akan tetapi, karena menyadari Ayahnya nampak kecewa dengan nilai rapotnya yang menurun drastis, juga dengan wejangan dan semangat yang tak henti diberikan oleh kedua sahabatnya, semangat mengejar mimpinya kembali membara lagi.

            Cerita mereka tak melulu mengenai sekolah, tetapi juga asmara. Cinta Arai kepada Zakia Nurmala menggiringnya untuk banyak berguru mengenai musik melayu pada Bang Zaitun, seorang musisi melayu keliling yang bahkan musik melayu sudah ada dalam darahnya karena sudah menggelutinya selama berpuluh-puluh tahun. Arai pun menjadi musisi melayu dadakan dan panggungnya dikala itu adalah depan rumah Zakia Nurmala. Jimbron, jatuh cinta kepada Laksmi. Melalui kerja keras Arai, Jimbron menunggangi kuda dan berhasil memikat hati Laksmi yang dikisahkan tidak pernah tersenyum semenjak orang tuanya meninggal. Sementara Ikal, sangat ingin bertemu dengan gadis pujaannya sewaktu kecil, yaitu A Ling.

            Saat pengumuman kelulusan, Ikal dan Arai senang bukan main karena lulus dengan nilai yang tinggi. Setelah itu, mereka merantau ke Pulau Jawa. Sedangkan Jimbron menetap di Belitung untuk beternak kuda bersama gadis yang ia cintai. Sambil kapal berlayar menjauhi dermaga, muncul Zakia Nurmala dari arah hutan melambaikan tangannya kepada Arai sebagai pertanda bahwa ia siap menunggu sampai Arai mengakhiri perantauannya. 

         Niat ingin ke Jakarta, tepatnya ke  Ciputat untuk menemui saudaranya, mereka malah terdampar di Bogor. Di kota tersebut, kehidupan mereka tidak seperti apa yang diharapkan. Ikal mendapatkan pekerjaan sebagai tukang sortir di Kantor Pos, sedangkan Arai kehilangan pekerjaannya lalu merantau ke Kalimantan tanpa pernah memberitahu Arai. Hanya brosur mengenai beasiswa S2 di Sorebonne yang ia tinggalkan.

            Putus asa sempat menyelimuti Ikal yang telah menjadi lulusan Universitas Indonesia dan menjadi Sarjana Ekonomi. Ia pun diangkat menjadi Karyawan Tetap Kantor Pos. Tetapi tetap saja, bukan itu tujuannya jauh-jauh meninggalkan Belitung. Rasa bersalah terhadap Ayahnya, membuat Ikal bangkit membangun mimpinya kembali yang sempat ia urungkan. Informasi dari Arai sebelum ia pergi mengenai beasiswa S2 di Sorebonne, Prancis tak ia sia-siakan. Ia pun menyusun proposal untuk mengajukan diri dalam beasiswa tersebut. Ia masuk 15 besar dari ratusan pelamar beasiswa. Ketika wawancara, profesor penguji sangat terpukau dengan riset yang dibawakan oleh Ikal.

            Begitu terkejutnya Ikal ketika melihat Arai juga keluar dari ruang wawancara. Ternyata Arai tidak pernah melupakan mimpinya untuk kuliah di Sorebonne. Selama meninggalkan Ikal ke Kalimantan, ia berkuliah di Mulawarman dengan mengambil jurusan biologi. Sembari menunggu hasil pengumuman, mereka pulang ke Belitung. Setelah beberapa hari di sana, datang surat yang mereka nanti-nantikan kedatangannya. Rasa haru, bahagia dan tak percaya menjadi satu disertai dengan selebrasi berlarian sambil berteriak seusai mengetahui bahwa surat tersebut menyatakan mereka lolos beasiswa S2 di Universitas Sorebonne, Prancis. Ternyata benar, kekuatan mimpi lah yang mengantarkan mereka menuju Sorebonne, Prancis.
            
IV. Kelebihan


Film ini berani mengangkat aktor asli Belitung, yaitu Vikri Setiawan, dan Rendy Ahmad yang memainkan peran Arai dan Ikal dengan saat baik. Logat melayu yang digunakan dalam film ini cukup mudah dimengerti karena tidak terlalu memakai Bahasa melayu aslinya. Penggunaan alur maju mundur yang amat baik dalam film ini berhasil membuat penonton penasaran sehingga antusias mengikuti jalan film hingga akhir.




V. Kekurangan

Dalam film ini, dikisahkan Arai dan Ikal sudah bersahabat semenjak kecil dan tetap berlanjut ketika mereka menjalani masa remaja, bahkan dalam ruang lingkup kehidupan sehari-hari. Mulai dari bangun tidur jam 2 pagi untuk bekerja di Dermaga, memekikan kata yang menjadi inspirasi di kelas pak Julian Balia, sampai belajar bersama di malam hari dengan penerangan dari lampu petromak. Akan tetapi, Arayidan Ikal dewasa yang masing-masing secara berurutan diperankan oleh Lukman Sardi dan Nazril Irham (Ariel Noah), terasa agak canggung saat berjumpa. Juga pada saat mereka berbincang-bincang, tidak terlihat seperti seorang sahabat yang sedari kecil melakukan segala aktivitas bersama.

Masih mengenai Arai dan Ikal, Ikal remaja yang diperankan oleh Vikri Setiawan ditampilkan sebagai sosok yang berperawakan tinggi, tegak dan berbahu terbuka. Dan ia lebih tinggi dari Arai remaja. Sedangkan Ikal dewasa ditampillkan memiliki postur lebih pendek dari Arai dewasa. Dan apabila dilihat dari mimik wajah, Ikal remaja dan dewasa memiliki banyak perubahan. Ikal remaja terlihat selalu serius dengan alis dan pipinya, sedangkan Ikal dewasa tidak. 

Selanjutnya, jalan cerita yang terkesan kurang natural atau terlalu dibuat-buat yaitu ketika Zakia Nurmala tiba-tiba datang dari arah hutan dan melambai-lambaikan tangan. Dan secara kebetulan sekali, dengan jarak sejauh itu Arai menyadarinya karena posisi ia sedang menghadap ke hutan dan membalas dengan lambaian tangan disertai teriakan.

Selanjutnya, percakapan intrapersonal dari Ikal dewasa terlalu lama. Banyak juga adegan dalam film ini yang minim percakapan. Seperti saat bertemunya Ayah Ikal dengan Ikal sewaktu di sekolah. Pada film ini, musik pengiringnya bisa dibilang terlalu sedikit. Padahal saya yakin, film yang merupakan adaptasi dari novel karangan Andrea Hirata ini pasti banyak yang menawarkan untuk menciptakan lagu dan menjadi backsong dari beberapa adegan.

Terakhir, ending dari film ini kurang banyak memperlihatkan bahwa mereka memang sudah sampai di Paris. Malah lebih terkesan menggantung. Percakapan di akhir pun kurang dimaksimalkan untuk bisa membuat penonton lebih terharu dan terinspirasi.


VI. Penilaian

Film ini sangat saya rekomendasikan bagi para penuntut ilmu di mana pun berada. Film ini mengandung pesan bahwa bermimpi itu harus tinggi, harus besar dan jangan pernah menyerah untuk mencapainya.

Banyak sekali kutipan dalam film ini yang menginspirasi. Diantaranya :
1. "Kalau tidak mempunyai mimpi dan harapan, orang-orang macam kita ini akan mati."
    -Arai

2. "Bercita-citalah yang tinggi. Bermimpilah yang besar. Regup madu illmu sebanyak-banyaknya. Belajarlah dari alam sekitarmu bersama kehidupan. Jelajahi Indonesiamu yang luas. Jengkali Afrika yang eksotis. Jelajahi Eropa yang megah. Lalu berhentilah di altar ilmu Sorbonne, Paris. Belajarlah di mana science, sastra dan seni diolah untuk merubah peradaban. Dan ingat, yang paling penting bukanlah seberapa besar mimpi kalian. Tapi seberapa besar kalian untuk mimpi itu.
     -Julian Balia


VII. Daftar Lagu


1.    Sang Pemimpi - Gigi
2.    Apatis - Ipang
3.    Cinta Gila - Ungu
4.    Ini Mimpiku - Claudia Sinaga
5.    Rentak 106 (Pak Ketipung) - Jay Wijayanto
6.    Teruslah Bermimpi – Ipang
7.    Zakiah Nurmala - Rendy Ahmad
8.    Para Pemimpi - Silentium
9.    Komidi Putar - Bonita
10.  Fatwa Pujangga - Rendy Ahmad
11.  Mengejar Mimpi - Maudy, Rendy, Claudia
12.  Tetaplah Berdiri - Nineball
13.  Cinta Gila (Bonus Version)
14.  Sang Mantan - Nidji


VIII. Referensi



IX. Preview FIlm



            


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sambutan Ketua Panitia BTS

Stop Instanisasi Pengetikan!