Obser's Story

TEMUAN HASIL OBSERVASI PADA FORMAT SCHOOL VISIT

1.       SDN Karet Belakang 06 Pagi

                Mengawali hari Rabu yang cerah, siswa berbaris dilapangan dengan berseragam pramuka lengkap dengan atributnya. Kegiatan baris-berbaris merupakan salah satu pembiasaan yang dilaksanakan oleh sekolah setiap pagi, sebelum memasuki kelas. Di hari itu (8/11/2017), kami mengetahui bahwa seluruh siswa baru diperkenankan untuk memasuki kelas setelah bel masuk berbunyi, yaitu pukul 06.30 WIB. Barisan pun dibubarkan oleh guru yang menjadi instruktur baris-berbaris. Lalu secara serentak -dari kelas 1 sampai kelas 6-, seluruh siswa berjalan ataupun berlari menuju depan pintu kelas untuk membentuk barisan kembali. Suasana sedikit gaduh terjadi karena ada siswa yang berteriak-teriak, melompat-lompat atau bahkan saling mendahului dengan berlari.

                Selanjutnya, secara satu per satu siswa memasuki kelas sambil berhitung. Tata letak meja pada kelas 4 tersebut membentuk huruf “U” dengan jumlah siswa sebanyak 16 orang.  Sesampainya di kursi masing-masing, siswa berdoa bersama dengan dipandu oleh siswa yang mendapat giliran pada hari rabu ini. Kegiatan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat. Lagu tersebut dinyanyikan dengan tiga stanza, yaitu pengulangan tiga kali sesuai dengan naskah lagu asli yang dibuat W.R Soepratman.

                Menyanyikan lagu Indonesia Raya pun selesai. Lalu guru mengucapkan terima kasih kepada siswa yang mendapat giliran untuk memandu dan dipersilahkan untuk kembali ke tempat duduknya. Sebagai apersepsi, guru melanjutkan dengan menanyakan kabar siswanya satu per satu, memeriksa kehadiran dan memantik semangat siswa dengan jargon-jargon kelas tersebut. Mengawali pembelajaran di hari itu, salah seorang siswa yang mendapat giliran maju ke depan kelas untuk menyampaikan bahan bacaannya. Kegiatan itu disebut dengan literasi. Sambil berdiri, siswa tersebut menyampaikan apa yang telah ia baca dengan diperhatikan secara seksama oleh teman-temannya.

                Media pembelajaran yang digunakan guru kala itu adalah proyektor dan laptop. Melalui kedua media tersebut, guru menyampaikan materi dengan pemutaran film. Bersamaan dengan itu, guru telah menyiapkan beberapa soal untuk dikerjakan seluruh siswa setelah menonton film. Film berdurasi pendek dipilih oleh Pak Sugeng Basuki selaku wali kelas 4 untuk menguji ingatan dan imajinasi siswa tentang film yang mereka tonton. Seusai menonton film, siswa mengerjakan soal-soal yang disajikan lalu dikumpulkan.

                Pembelajaran dilanjutkan dengan materi membaca nyaring. Siswa diperkenankan untuk membaca dan dilanjutkan dengan membuat pertanyaan dari cerita yang telah dibacakan. Pertanyaan demi pertanyaan pun dibuat, lalu guru meminta dua orang siswa untuk saling melontarkan pertanyaan. Kegiatan yang dapat melatih siswa untuk mengembangkan pikirannya ini dilakukan secara menyenangkan.

                Akhir dari pembelajaran di pagi hari itu adalah dengan menari bersama di dalam kelas. Guru mengajak siswa dan juga kami untuk sekadar melenggak-lenggokan pinggul dan mengekspresikan diri melalui kegiatan tersebut. Berakhirnya menari pun menandakan berakhirnya pula pembelajaran pertama pada pagi hari ini. Sebagai penutup, siswa mengucapkan salam kepada guru secara bersama-sama.


2.       SDIT Al-Mughni Kuningan
               
                Observasi ke SDIT Al-Mughni Kuningan kami lakukan tepat seminggu setelah melakukan observasi di SDN Karet Belakang 06 Pagi. Jam belajar pada siang hari kami pilih untuk mengetahui perbedaan etos belajar siswa pada pagi hari dengan siang hari. Bel masuk kelas berbunyi tepat pada pukul 13.00 WIB. Para siswa yang tadinya sedang bermain petak umpet pun berlarian menuju kelas mereka masing-masing. Kebetulan di dekat tangga lantai satu sedang berdiri pak Sidik selaku kepala sekolah SDIT Al-Mughni. Para siswa pun secara bergantian salim (mencium tangan) dan lanjut berlari menaiki anak tangga. Ruang kelas sekolah dasar tersebut tidak ada yang berada di lantai satu. Bangunan sekolah tersebut terdiri dari lima tingkatan lantai. Dan kelas yang akan kami amati -kelas 4- berada di lantai tiga.

                Bu Mutia selaku wali kelas menyambut kedatangan siswa dengan ceria. Di dalam kelas, terdapat dua orang guru. Yaitu bu Mutia dan bu Fitri. Media pembelajaran yang akan digunakan di kelas tersebut adalah plasma dan laptop. Kami mulai mengetahui letak perbedaan pembelajaran yang dilakukan di siang hari. Untuk beberapa siswa, pakaiannya tidak serapih dipagi hari. Hal ini dibuktikan dengan tiga orang siswa yang bajunya tidak dimasukkan (ke celana). Sesuai aturan kelas yang telah disepakati bersama, maka mereka harus keluar kelas terlebih dahulu untuk merapihkan pakaiannya terlebih dahulu. Untuk seragam laki-laki, baju memang harus selalu dimasukkan (ke celana), kecuali seragam muslim hari Jum’at.

                 Pembelajaran dimulai dengan pembacaan beberapa do’a sehari-hari, seperti do’a sesudah makan dan minum serta do’a sebelum belajar. Berbeda dengan Sekolah Dasar Negeri, mereka membaca do’a disertai dengan artinya. Ada banyak hal yang unik dari kelas tersebut, salah satunya mereka memiliki jargon tersendiri. Ketika bu Mutia memantik semangat dengan berkata “Religius Kids?”, maka siswa menjawabnya dengan berkata “Ready”.

                Kini saatnya kegiatan literasi dilakukan. Sub tema pembelajaran kala itu adalah mengenai Nasionalisme. Bu Mutia menanyakan kepada siswa siapa yang ingin maju untuk menceritakan ulang buku yang telah dibaca. Siswa di kelas tersebut cukup antusias dan berebut untuk maju karena bu Mutia menjanjikan akan memberikan bintang 5 kepada yang berani maju. Salah seorang siswa bernama Gisla akhirnya maju untuk menceritakan apa yang telah ia baca. Ia mencerikatan mengenai Bung Tomo dan perjuangan rakyat Surabaya melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA pada pertempuran 10 November 1945. Sama halnya dengan Gisla, Tasli pun tak mau kalah untuk menceritakan tentang bung Tomo dan ambil giliran setelah itu.

                Pembahasan materi kini menggunakan plasma. Awalnya, siswa diminta untuk menyebutkan sikap-sikap yang dimiliki oleh salah seorang pahlawan revolusioner Indonesia, yaitu bung Tomo. Selanjutnya, siswa disajikan slide-slide pada power point dan mengulas sikap-sikap bung Tomo secara lebih mendalam. Pembahasan materi dilajutkan oleh bu Mutia dengan bercerita untuk memancing respon dan berinteraksi kepada siswa.

                SDIT memang berbeda dengan SD pada umumnya. Sekolah tersebut memberikan secara lebih penanaman dan pengamalan nilai-nilai religius. Disela-sela bu Mutia bercerita, seluruh siswa diminta untuk menyebutkan hadits tentang menolong orang yang kesulitan. Awalnya seluruh siswa diam. Akan tetapi setelah dipancing dengan penggalan hadits, mereka mampu untuk membacakan hadits tersebut secara bersama-sama, lantang dan hebatnya lagi disertai dengan artinya.

                Sub tema mengenai nasionalisme selanjutnya dikaitkan dengan penanaman nilai moral untuk mencintai produk dalam negeri. Beberapa pertanyaan diajukan kepada para siswa agar siswa dapat mengembangkan pikirannya. Siswa pun saling bergantian memberikan jawaban. Di sela-sela pembelajaran, ada pemberitahuan dalam Bahasa Inggris yang terdengar sampai ke dalam kelas 4. Pembelajaran pun dilanjukan dengan membahas mengenai persatuan dan kesatuan. Siswa nampak antusias, terlebih saat dikaitkan dengan kerja bakti di lingkungan rumah.

                Untuk mencegah kebosanan saat belajar, bu Mutia menyelingi dengan ‘tepuk pancasila.’ Aturan tepuknya yaitu:
1.       Tepuk sekali saat mendapat aba-aba ‘Ada Bintang’
2.       Tepuk dua kali saat mendapat aba-aba ‘Ada Rantai’
3.       Tepuk tiga kali saat mendapat aba-aba ‘Pohon Beringin’
4.       Tepuk empat kali saat mendapat aba-aba ‘Ada Banteng’
5.       Tepuk lima kali saat mendapat aba-aba ‘Padi dan Kapas’

                Pembahasan materi kini beralih ke persoalan berpolitik. Bu Mutia memberikan contoh berpolitik yang ada di dalam kelas, yaitu pada pemilihan ketua kelas. Nilai-nilai moral juga coba dimunculkan, yaitu dengan bersikap lapang dada apabila tidak terpilih dan harus menjaga amanah apabila terpilih. Struktur kepengurusan kelas -ditunjukan dengan kertas karton yang ditempel di depan kelas- juga sedikit banyak dibahas untuk memberikan pemahaman secara lebih konkrit.

                Di sela-sela pembahasan sub tema nasinalisme, kembali dihadirkan aspek religius. Kini siswa diminta menyebutkan hadits mengenai sedekah. Selanjutnya bu Mutia memberi tahu anjuran dari hadits tersebut untuk mengajarkan kepada saudaranya yang muslim apabila memiliki suatu ilmu. Siswa juga ditanamkan sikap suka bermusyawarah dan menghargai pendapat orang lain. Metode penyampaian materi dengan cerita dan berinteraksi diakhiri oleh bu Mutia dengan membahas jiwa-jiwa kepahlawanan yang harus diteladani oleh siswa. Seperti berjiwa besar, rela berkorban, ikhlas dan cinta tanah air.

                Selanjutnya, pemberian materi dilakukan dengan metode diskusi. Bu Mutia membatasi pembahasan diskusi dengan memberikan topik mengenai “Hal yang dapat diteladani dari perjuangan bung Tomo”. Siswa pun mulai berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil. Bu Mutia memberikan reward kepada siapa saja yang berani maju -secara individu- untuk menjelaskan apa yang telah didiskusikan dalam kelompoknya. Reward yang diberikan berupa kesempatan untuk melihat menggunakan periskop. Hal tersebut merupakan cara bu Mutia untuk mengintegrasikan dengan mata pelajaran IPA. Bu Mutia sedikit menjelaskan mengenai konsep periskop -yaitu pada kapal selam- dan manfaatnya saat digunakan dalam berperang.

                Peenekanan kembali mengenai aspek Religius, bu Mutia selanjutnya menjelaskan kandungan ayat pertama dari surat Al-Zalzalah. “Siapa yang sholatnya masih bolong-bolong?”, tanya bu Mutia. Pertanyaan tersebut dilontarkan dengan tujuan agar siswa senantiasa menjalankan ibadah sholatnya sesuai dengan syariat, yakni lima waktu sehari. Siswa yang belum lima waktu pun terlihat agak malu untuk mengangkat tangan dan bahkan langsung beryakinkan bu Mutia bahwa ia akan menjalankan sholat lima waktu.

                Bu Mutia sudah selesai memberikan materi, kini giliran bu Fitri yang memiliki kesempatan selama 15 menit untuk memberikan analisa setiap akhir pembelajaran, yaitu analisa ayat. Setelah analisa ayat, bu Fitri meminta seluruh siswa untuk merapihkan meja karena memang waktu sudah menunjukan pukul 15.00 WIB. Sebagai penutup proses belajar mengajar pada hari itu, Hafidh -siswa yang mendapat giliran- maju untuk memandu beberapa do’a, diantaranya do’a sesudah belajar, kepada kedua orang tua, selamat dunia akhirat, dan naik kendaraan darat. Terakhir, seluruh siswa mencium tangan bu Mutia, bu Fitri dan juga kami secara bergantian.
                 


                  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sambutan Ketua Panitia BTS

Film Sang Pemimpi Resensi

Stop Instanisasi Pengetikan!