Napak Tilas Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
Napak
Tilas Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
Oleh : Reza Ardiansyah Saputra
Hardiknas merupakan akronim dari
Hari Pendidikan Nasional (Indonesia
Nasional Education Day), yang diperingati setiap tanggal 2 Mei. Mulai ditetapkan
pada tahun 1959, namun secara efektif
peringatan hardiknas baru dilaksanakan tahun 1967, saat Pak Harto menjabat
presiden untuk pertama kalinya. Dan mulai saat itulah pengakuan atas jasa besar
Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan dasar-dasar sistem pendidikan nasional mulai
diakui secara resmi oleh negera.
Terdapat korelasi antara hardiknas
dengan Ki Hadjar Dewantara, yaitu penetapan tanggal 2 Mei sekaligus merayakan
hari lahir beliau. Beliau hidup pada era di mana kolonialisasi Belanda masih berdiri
dengan congkaknya. Sebagai penduduk pribumi yang mendapat kesempatan untuk
menyenyam pendidikan di era itu, beliau memiliki keresahan yang tentu saja
keresahan tersebut menjadi awal dari segala jasanya. Beliau merupakan pelajar yang
kritis, yang pernah menentang Belanda karena hanya memperbolehkan anak-anak
kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam pendidikan.
Memiliki nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat (Suwardi Suryaningrat), semasa hidupnya beliau berkancah
pada dunia pendidikan, jurnalistik dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO),
beliau aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah
kesadaran masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Jawa) pada waktu itu
mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Selain itu, beliau merupakan pendiri Indische
Partij bersama dua orang rekannya, yakni E.F.E Douwes Dekker (multatuli)
dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Indische
Partij (Partai Indonesia) merupakan partai politik pertama di Indonesia
Belanda, berdiri tanggal 25 Desember 1912.
Pendirian Indische Partij dilatar belakangi oleh banyaknya diskriminasi yang
terjadi khususnya antara keturunan Belanda dengan
orang Indonesia. Suwardi, dkk yang lebih dikenal dengan sebutan “tiga
serangkai”, menghendaki adanya kerja sama orang Indonesia dan bumi putera
(melayu). Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indonesia sangat sedikit,
maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan
organisasinya bertambah kuat.
Pemerintah kolononial Belanda
bertindak keras kepada Indische Partij
yang diketahui memiliki tujuan konkret: memisahkan Indonesia dari Belanda. Saat
dibubarkan pada Maret 1913, anggotanya sekitar 7.000 orang. Suwardi pernah ditangkap
dan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri),
akibat tulisannya Als ik een Nederlander
was (Seandainya Aku seorang Belanda), yang isinya
kecaman keras atas rencana perayaaan satu abad kemerdekaan Belanda. Namun
demikian, kedua rekannya memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke
Belanda (1913). Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun. Dalam pengasingan di
Belanda, Suwardi aktif dalam kegiatan organisasi pelajar dan mahasiswa Indonesia, Indische Vereeniging. Beliau sempat
menjadi redaktur majalah organisasi tersebut, yakni Indonesia Putera. Untuk
menopang hidup, Suwardi juga menulis untuk sejumlah majalah dan koran di
Belanda, serta mengirim karangan untuk Utusan Indonesia yang pernah
dipimpin Tjipto Mangunkusumo.
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan
September 1919. Kemudian beliau mendirikan Nationaal
Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa. Latar
Belakang berdirinya taman siswa disebabkan pendidikan di Indonesia beliau pada
masa penjajahan Belanda hanya dapat dinikmati bagi golongan kelas atas, seperti
anak kalangan para raja, konglomerat dan bangsawan. Hadirnya taman siswa
membuka kesempatan bagi golongan menengah ke bawah untuk mengenyam pendidikan. Melalui
taman siswa, beliau memperkenalkan semboyan yang menjadi pusaka perjuangannya.
Semboyan tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, dan tut wuri handayani. Dalam Bahasa Indonesia secara
berturut-turut yaitu di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di
belakang memberi dorongan.
Saat beliau genap berusia 40 tahun, beliau
mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Beliau tidak lagi menggunakan
gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau dapat
bebas dekat dengan rakyat, tanpa dibatasi sekat gelar. Dalam kabinet pemerintahan
yang pertama kali dibentuk di Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan, yaitu
Kabinet Presidensial, beliau diangkat menjadi Menteri
Pengajaran Indonesia. Beliau mengemban jabatan tersebut tidak lama,
yaitu hanya sejak 19 Agustus - 14 November 1945. Atas jasa-jasanya dalam
merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat
Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959). Beliau
meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.
![]() |
Komentar
Posting Komentar