Edisi Ramadhan 1440H


RAMADHAN, KAU KAH ITU?
Oleh : Reza Ardiansyah Saputra


Kedatangan Ramadhan
          Setiap kedatangan yang tidak menimbulkan rindu, maka dapat dipastikan yang datang tersebut hanya sebatas pengguna jalan raya. Setiap pertemuan yang tidak menimbulkan kesan, maka dapat dipastikan pertemuan tersebut tidak lebih dari sekedar hembusan angin malam. Tapi bagaimana bila yang datang dan menemui kita, membawa beraneka ragam kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya? Pastilah kita akan menyambut dengan suka cita, tak rela akan kepergiannya dan akan selalu merindukan kehadirannya kembali pabila ia telah pergi. Siapa dia? Ya, itulah dia, Ramadhan. Bulan yang di dalamnya terdapat berbagai rahmat, ampunan, dan tentu saja istimewa karena terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

          Setiap orang memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam menyambut kedatangan ramadhan. Secara garis besar, ada yang gembira dan ada yang sedih. Namun kedua perasaan tersebut bersifat relatif, berbeda-beda pada setiap orang. Jika seseorang berperasaan gembira, lantas gembira yang seperti apa? Apakah gembiranya seorang pedagang kolak (awam)? Yang gembira karena dagangannya akan laku keras diserbu orang-orang yang hendak berbuka puasa.  Ataukah gembiranya seorang pegawai kantoran (awam)? Yang gembira karena di akhir Ramadhan nanti akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya yang nominalnya bisa setara dengan satu kali gaji. Atau bahkan gembiranya sekumpulan anak-anak (awam)? Yang gembiranya secara berlebihan, terutama ketika sadar bahwa jam belajar di sekolah akan berkurang. Kemudian jika seseorang berperasaan sedih, lantas sedih yang seperti apa? Apakah sedihnya seorang pengusaha warung makan (awam)? Yang biasanya warungnya ramai pada waktu sarapan dan makan siang, tapi saat dibulan Ramadhan tidak demikian. Tentu berbagai contoh perasaan gembira dan sedih yang telah disampaikan, tidak satupun yang baik. Yang baik itu contohnya adalah ketika seseorang dalam menyambut Ramadhan berperasaan gembira karena akan datang bulan yang di dalamnya terdapat Lailatul Qadr atau berperasaan sedih karena merasa belum siap bekal dalam menghadapi Ramadhan yang penuh berkah.

          Penyambutan Ramadhan di berbagai daerah di Indonesia, dihiasi berbagai tradisi yang unik dan menarik. Bukan perkara bid'ah, tapi hal-hal tersebut merupakan salah satu bentuk kegembiraan umat muslim Indonesia yang boleh jadi tidak ditemui dibelahan dunia lainnya. Kegiatan seperti pawai obor, pawai bedug, dan lain sebagainya, adalah sebuah usaha untuk menyadarkan umat muslim Indonesia bahwasannya mereka akan kedatangan tamu yang datangnya hanya setahun sekali. Maka dari itu, harus siap mental dan siap bekal karena akan terlihat perbedaan keadaan yang signifikan pada hari-hari pada bulan ramadhan dengan bulan lainnya. Seperti, makan siang di tempat umum menjadi hal yang tabu, dan masjid "mendadak" ramai pada waktu-waktu yang fardhu.

Palaha Menjadi Berlipat Ganda
          Ramadhan adalah jawaban, atas pertanyaan bagaimana bisa umat nabi Muhammad SAW yang umurnya sedemikian pendek -jika dibandingkan dengan umat nabi terdahulu- bisa memperoleh pahala yang berlimpah-ruah? Jika dibandingkan dengan umur umat nabi Nuh AS misalnya, yang bisa mencapai 1500 tahun, umur umat nabi Muhammad tentu tidak ada apa-apanya. Kendati demikian, umat nabi Muhammad diberikan peluang dan kesempatan oleh Allah SWT untuk dapat mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya, sehingga bisa menyamai atau bahkan melebihi perolehan pahala umat terdahulu yang rajin beribadah. Akan tetapi, kedua hal tersebut hanyalah sebatas peluang dan kesempatan saja, yang Allah SWT hadirkan di bulan Ramadhan tersebut. Kini keputusan ada di tangan kita, apakah mau menjadi orang yang beruntung karena mendapatkan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Ta’ala atau malah merugi, karena membiarkan Ramadhan berlalu begitu saja?

          Di Indonesia, bulan tersebut pun mendapat predikat "suci", yang menjadikannya istimewa jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Mengapa demikian? Karena di bulan itulah Al-Qur’an diturunkan. Selain itu, yang menjadi keistimewaan bulan Ramadhan adalah pada bulan tersebut setan-setan di belenggu, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Dalil mengenai hal tersebut adalah hadits berikut.

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَفُتِحَتْ أَبُوَابُ الجَّنَةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ

“Ketika masuk bulan Ramadhan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup” (HR Bukhari dan Muslim).

Fase Maghfirah
          Sebagai umat akhir zaman, mustahil rasanya kalau ada yang hidup di zaman ini tanpa memiliki dosa sama sekali -kecuali bayi yang baru lahir. Akan tetapi sesungguhnya Allah adalah maha pengampun dosa, kecuali dosa besar ; Syirik, Sihir, Menuduh Wanita Sholehah Telah Berzina, Riba, Meninggalkan Medan Perang, Membunuh, dan Memakan Harta Anak-anak Yatim[1]. Dalam bulan ramadhan, terdapat fase yang disebut fase maghfirah. Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Salman Al Farisi: “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka.” Fase maghfirah (pengampunan atas dosa-dosa) ada pada hari ke-11 sampai 20 Ramadhan. Hal ini juga menjadi salah satu keutamaan bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya, karena selain Allah SWT. menjanjikan setiap amalan akan dilipatgandakan pahalanya, Al-Ghafur juga memberikan 10 hari spesial bagi umat Rasulullah SAW. untuk dapat memperoleh ampunan dari dosa-dosa selama hidup, yakni 10 hari kedua, yang mana ampunan Allah SWT terbuka lebar bagi orang-orang yang sholeh yang menyibukkan dirinya untuk beristighfar dan memohon ampunan-Nya.

Ramadhan, Musim Kebaikan
          Seperti yang sempat diujarkan oleh Ust. Galuh Raga Paksi pada kajian Sans special Ramadhan (9/5), bahwasannya bulan ramadhan adalah musim kebaikan. Segala jenis kebaikan yang biasa dilakukan manusia akan mudah ditemui di bulan ini. Setiap orang bawaannya ingin melakukan kebaikan secara terus menerus. Misalnya saja tilawatil Qur’an, sholat fardhu awal waktu dan sholat sunnah rawatib. Nampaknya memang setan-setan yang dibelenggu membuat manusia lebih leluasa dalam beramal sholeh.

Tujuan Ramadhan
          Tujuan utama bulan Ramadhan adalah menghasilkan orang-orang yang bertaqwa. Seperti yang temaktub dalam Al-Qur’an.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Apakah kita sekarang sudah jadi orang-orang yg bertaqwa? Sedangkan kita adalah alumni Ramadhan tahun lalu. Khalifah Umar bin Khattab, pernah berujar bahwa orang bertaqwa itu bagai orang yang berjalan di atas duri, penuh dengan kehati-hatian. Puasa Ramadhan, membentuk manusia menjadi lebih berhati-hati. Lebih berhati-hati dalam memandang lawan jenis, dalam bersikap, dalam berbicara (jangan sampai berbohong), dalam bercanda, dalam nge-like unggahan di media sosial, dsb. Dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya manusia tidak perlu bantuan orang lain untuk berbuat dosa, dalam kesendirian saja kita tetap berpeluang berbuat dosa, bahkan saat kita melakukan ibadah sekalipun. Contohnya saja, ketika kita mengikuti sholat berjamaah. Ketika sedang sholat, ternyata kita merasa bahwa si imam sholat bacaan Al-Fatihahnya kurang lancar, suaranya terlalu pelan, Ikhfa-nya kurang panjang, dsb yang menyebabkan kita menjadi angkuh karena merasa diri kitalah yang lebih baik dari imam tersebut. Itu sudah merupakan suatu dosa, yang timbut akibat munculnya penyakit hati. Maka dari itu, bersungguh-sungguh berpuasa di bulan Ramadhan adalah solusi untuk membentuk pribadi yang lebih berhati-hati agar terhindar dari dosa, terutama yang disebabkan penyakit hati.

Tidurnya Orang Yang Berpuasa
          Sudah mahsyur suatu hadits, yang menyebutkan bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Tapi tidur yang bagaimana? Apabila tidur yang dilakukan adalah karena malas berbuat apa-apa, tentu merugilah orang tersebut, karena waktu yang seharusnya diisi dengan kegiatan-kegiatan berpahala, malah habis digunakan untuk tidur. Perbedaan tidur orang malas dengan orang yang sungguh-sungguh mencari berkah ramadhan, terletak pada niatnya. Tidur orang yang sungguh-sungguh mencari berkah, maka akan diniatkan : "Ya Allah aku niat tidur untuk sekedar meluruskan tulang punggungku. Agar aku kuat tahajud semalaman." Durasi tidurpun tidak terlampau lama. Karena apabila terlalu lama, justru dosa-lah yang akan kita dapatkan karena telah menyia-nyiakan waktu luang. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, kelak di yaumil akhir akan ditanyakan, “kau gunakan untuk apa saja waktu luangmu selama di bulan Ramadhan?”. Jika banyak digunakan untuk tidur, maka rugilah kita karena tidak semua manusia bisa dipertemukan dengan bulan Ramadhan, sedangkan kita menyia-nyiakannnya.
         
Waktu Yang Mustajab Untuk Berdo’a
          Salah satu dari sekian banyak waktu mustajab untuk berdo’a, ialah ketika akan memasuki waktu berbuka puasa. Alangkah baiknya, kita perbanyak berdo’a khususnya di waktu tersebut. Egois rasanya kalau kita hanya berdo’a agar hajat kita terkabul. Kita juga harus memikirkan bagaimana nasib umat muslim di Palestina, yang menjalani ibadah-ibadah di bulan Ramadhan dengan diiringi oleh lesatan rudal yang membombardir kota gaza. Justru diwaktu yang mustajab do’a dikabulkan oleh Allah SWT tersebut, kita do’akan mereka yang tidak seberuntung kita yang ber-Ramadhan di Indonesia. Do’a merupakan senjata umat muslim, kita bekali mereka dengan do’a agar Allah SWT lindungi mereka dan dicukupkan segala kebutuhannya. Meskipun kita tidak pernah bertemu dengan mereka, tapi kita disatukan oleh ukhuwah keimanan. Ta'liful kulub, hati kita saling terpaut karena keimanan. Jangan remehkan do'a! Allah itu maha mendengar. Maka manfaatkanlah setiap waktu di bulan Ramadhan, terutama waktu yang mustajab, dengan memperbanyak do’a. Terlebih, mendo’akan keselamatan muslimin dan muslimat di seluruh dunia, dan juga mendo’akan keluarga yang sudah berpulang ke Rahmatullah.

          Salah satu dari sekian kenikmatan di bulan Ramadhan ialah, kita dimudahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan sholat Tahajud. Dikatakan dalam suatu riwayat bahwa tidaklah seseorang bersungguh-sungguh menginginkan sesuatu apabila ia tidak menegakkan sholat tahajud. Siapakah yang masih suka menyaksikan acara-acara sahur sambil tertawa terbahak-bahak? Sebisa mungkin kurangi! Karena dalam satu riwayat disebutkan bahwa Allah turun ke bumi, bahkan dikatakan bahwasannya Allah turun beserta zat-zatnya, bukan hanya rahmat dan karunia-Nya saja yang turun, tapi bahkan zat Allah langsung yang turun ke bumi pada sepertiga malam akhir! Di mana adab kita terhadap zat Allah, jikalau Allah turun ke bumi beserta zat-zatnya kita sedang tertawa terbahak-bahak atau malah tidur?[2] Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah adalah yang yang perlu dilakukan pada waktu-waktu tersebut agar Allah SWT ridho terhadap ibadah yang kita lakukan. Jika Allah SWT sudah ridho, akan Allah kabulkan hajat-hajat yang kita inginkan selama di dunia, yang disampaikan melalui munajat-munajat di sepertiga malam.

          Salah satu keutamaan bulan Ramadhan, yaitu terdapat puasa fardhu selama sebulan penuh. Bahkan hal tersebut (puasa Ramadhan) termasuk ke dalam salah satu rukun islam yang lima. Artinya adalah puasa ramadhan merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh siapapun yang memeluk agama islam. Hukum menjalankannya adalah fardhu ‘ain atas tiap-tiap mukallaf (balig berakal)[3]. Puasa sebulan penuh tidak akan terasa memberatkan karena di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim juga melaksanakan puasa Ramadhan. Justru akan lebih berat rasanya apabila melaksanakan puasa di luar bulan Ramadhan (puasa sunnah) atau melaksanakan puasa di negara yang mayoritas penduduknya non muslim. Tapi apapun itu, smengejar keutamaan-keutamaan Ramadhan dengan penuh keikhlasan, tentu tidak akan terasa lelahnya. Adapun keutamaan beberapa keutamaan lainnya dari bulan suci Ramadhan, adalah sebagai berikut.


Keutamaan Bulan Suci Ramadhan
1.    Allah Azza wa Jalla menjadikan puasa di Bulan Ramadhan Sebagai rukun keempat dari rukun Islam.

Dalam riwayat Ibnu Umar disebutkan bahwa Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Islam dibangun atas lima (rukun); Bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan haji ke Baitullah.” (HR. Bukhari Muslim)

2.    Allah menurunkan Al-Qur’an di dalam Bulan Ramadhan

Allah Ta’ala juga berfirman:
“Sesungguhnya Kami turunkan (Al-Qur’an) pada malam Lailatur Qadar.”
(QS. Al-Qadar: 1)

3.    Allah menetapkan Lailatul Qadar pada bulan tersebut, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?  Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar,” (QS. Al-Qadar : 1-5)[4].


Ramadhan Terakhir
          Kedatangan ramadhan adalah sebuah keniscayaan. Ramadhan pasti akan datang, hanya saja kita selaku insan bernyawa yang pasti akan mengalami kematian, belum tentu dapat menemuinya (lagi). Karena sesungguhnya kematian adalah hal yang paling dekat dengan manusia, melebihi dekatnya jasad kita dengan pakaian yang kita kenakan. Kematian tidak bisa hindari, kita tidak dapat bersembunyi darinya. Kendati kita bersembunyi di balik benteng besar nan kokoh, kematian akan tetap mengintai. Oleh karenanya, kita harus bersungguh-sungguh beribadah khususnya di bulan Ramadhan, seolah-olah ini merupakan Ramadhan terakhir bagi kita. Kencangkan ikat pinggang kita, perbanyak sholat malam, dan perbanyak interaksi dengan Al-Qur’an. Ubah kebiasaan yang sedikit-sedikit baca WhatsApp menjadi sedikit-sedikit baca Al-Qur’an[5]. Dengan demikian, maka ibadah menjadi lebih khusyuk dan setiap waktu luang di bulan Ramadhan tidak akan terbuang dengan sia-sia.



[2] Ceramah dari Ust. Galuh Raga Paksi pada kajian Sans special Ramadhan (10 Mei 2019)
[3] H. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Cetakan ke 20) Bab V Kitab Puasa (Shiyam). Bandung : CV. Sinar Baru. hal 210.
[5] Ceramah Ba’da Isya oleh ustadz Taufan (Guru SMP Al-Azhar 12 Rawamangun), di Asrama Mahasiswa Islam Sunan Giri (8 Mei 2019)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Sambutan Ketua Panitia BTS

Film Sang Pemimpi Resensi

Stop Instanisasi Pengetikan!